Semarang, masa abu-abu putih
Seperti keledai dalam perahu.. itulah aku,, menunggu ketidakpastian. Seolah tenggelam dalam laut kehidupan. Berharap temukan kunci untukku keluar dari kesesatanku.
Hanya pelarian yang kini kukerjakan, “menunda bukan sesuatu yang baik”, “aku tahu itu kawan”, tapi berat untukku berjalan kearah sana. Sering ku tersandung dalam lembah, tertinggal oleh mereka. Kadang ku ingat pada Engkau, tapi kadang kuselalu mengingkar.
Aku tak mau seperti ini terus. Tak ingin berenang dalam air keruh, selalu menunggu perahu besar dengan awak kapal wanita dibalik parasnya.
Fikirku berkata,“Orang bodoh bukan berarti ia gagal dalam hidup, namun hanya nasib yang tak berpihak, sesungguhnya merekalah yang tahu manis pedih hidup, berbeda dengan mereka para penghibur nilai yang semu”.
Kadang aku iri pada sang kancil yang jenius, mengapa dia begitu berharga dimata orang lain. Tapi batinku mengumpat kebencian akan tawa mereka diatas kegagalanku. Aku hanya ingin solidaritas, aku rindu kebersamaan dalam senang dan duka. Aku yakin pada sukmaku yang malas ini akan masa depanku yang cerah, Disana hidup dengan orang-orang yang mengerti akan kehidupan fana ini.
Otakku kini terjal, bukan dia bumbu penyebab tapi dialah bumbu penyedap, manis dalam kalbu
Sebentar lagi kuda besiku kehilangan kandangnya. Dia akan mendapat kandang baru, suasana indah. Aku ingin pergi dengan senyum manis, keluar dengan etika baik. Murid-murid bersatu rapatkan barisan menerima si hitam diatas putih dengan tulisan penggambar senyum. Catatan tua, keruh, kusam tertinggal dalam laci dan meja. Beralih dalam tanah. Tapi dengan itulah jejakku slama bertahun ini.
Semoga jalan kita lurus bersih. Aku akan menuai obat rindu, kebahagiaan untuk orang yang aku sayang
sumber: http://misterpunky.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar